Namaku Shifasih, teman-temanku biasa memanggilku Shifa. Aku sendiri tidak pernah tahu arti namaku karena aku anak yatim-piatu. Kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan mobil. Dengan ajaibnya aku satu-satunya yang selamat. Aku selalu merasa hidupku ini sangat tidak beruntung. Aku selama ini tinggal dip anti asuhan sampai sepasang suami-istri mengadopsiku. Kini di usiaku yang ke-18 aku telah dipanggil ibu. Panggilan tersebut yang sebenarnya mulia, namun panggilan tersebut hanya bagi anakku yang berusia 15 bulan dan belum memanggil namaku dengan sempurna. Nama anakku Nicola Sahanaya. Aku yang member nama karena aku ingin anakku cantik seperti Nicola Hitman dan mempunyai suara yang indah seperti Ruth Sahanaya. Ayahnya tidak sempat member nama karena ia nmeninggalkan kami berdua saat usia kandunganku sudah berusia 7 bulan, di saat ia berjanji akan menikahiku. Putih abu-abu. Warna seragam ini masih aku pakai sampai saat ini. Walaupun aku telah melahirkan, tubuhku masih dapat dikatakan seksi.
Saat nongkrong masih banyak teman sekolah yang menggodaku dan mereka tidak menyadari kalu aku telah melahirkan seorang anak. Jika malam tiba aku bersiap-siap menuju kafe kecil di Jakarta Barat. Mencari nafkah untuk hidupku dan anakku termasuk uang sekolah. Dengan melantunkan suara merdu ini dapat kuperoleh uang untuk menghidupiku. Tapi hanya sampai jam 1 pagi karena besoknya aku harus sekolah. Tidak seperti dulu yang selalu bersenang-senang dengan Dito, Bapaknya Nicola, hingga pagi hari di kafe dan mengakibatkan aku berhenti sekolah selama 1 tahun. Terbayang di benakku wajah Dito yang tampan dengan isi kantong yang tebal. Kami bersenang-senang di diskotik atau bersama menikmati pil-pil terlarang, dan itu semua berakhir dengan hamilnya diriku karena tidur bersama Dito. Awalnya Dito tidak mau bertanggung jawab atas kandunganku tapi akhirnya dia mau bertanggung jawab. Dan beberapa saat setelah itu dia pergi meninggalkan ku bersama kandunganku karana pil-pil terlarang itu.
Jam 2 malam aku tiba di rumah kontrakan. Kulirik rumah mba Sri. Lampu ruang tengahnya masih menyala. Mba Sri sudah banyak membantu kami beliau bersedia meminjamkan pembantunya kepadaku pada pukul sembilan sampai pukul dua malam, mengawasi Nicola saat aku bekerja. Bahkan saat aku sekolah mba Sri sering kali yang mengantar Nicola ke tempat ibuku. Semoga mba Sri mengerti akan perjuanganku mencari nafkah dengan cara yang aku lakukan sekarang sebagai penyanyi malam. Sebagai ibu semua ini kulakukan hanya demi anakku. Jika nabi SAW. Mengatakan bahwa surge berada di bawah telapak kaki ibu, apakah aku termasuk orang yang memilikinya memilikinya?
***
Namaku Srikandi Ayuningsih. Ayahku memberinama itu supaya aku menjadi wanita yang kuat seperti Srikandi dan cantik yang dikatakan Ayu. Usiaku kini 39 tahun. Sudah sepantasnya jika aku dipanggil sebagai seorang ibu dari tiga anak atau lebih, seperti teman-teman yang sebaya denganku. Tetapi hingga usia pernikahanku mecapai genap 10 tahun kami belum dikaruniai seorang anak. Banyak orang memanggilku ibu. Seperti murid-muridku di salah satu SLTA favorit di daerah Jakarta Pusat, pegawai-pegawaiku di usaha periklananku atau relasi-relasi suami, semua memanggilku ibu. Sebuah panggilan yang mulia, tapi aku merasa belum bias dipanggil sebagai seorang ibu karena ada satu hal yang paling penting manjadi seorang ibu yaitu mempunyai anak.
Sepuluh tahun kami berdua menantikan datangnya titipan Allah berupa anak yang akan kami urus. Mungkin Allah masih menginginkan kami untuk terus beramal dan memperhatikan orang-orang disekitar kami. Aku sering memperhatikan Shifa. Dia tinggal di sebuah kontrakan mungil yang bertepatan di depan rumahku. Di usianya yang masih bisa dibilang berkepala satu ia sudah bekerja hingga larut malam, bahkan di pagi harinya ia harus pergi ke sekolah dan semua itu dia lakukan untuk anaknya. Perjuangannya membuatku kagum. Walaupun aku tahu lingkungan perkejaannya tidak dapta dikatakan aman Shifa berusaha menjaga dirinya. Ada hikmah yang lain bagiku. Jika dia pulang dari tempat kerjanya aku tebangun untuk mengerjakan sholat tahajud.
Suatu saat aku akan memberinya pekerjaan di perusahaan periklanan kami. Aku tak ingin tiba-tiba menyuruhnya untuk segera meninggalkan pekerjaan yang ia tekuni saat ini. Biarlah kesadaran sendiri ia beralih, karena saat ini ia yang ia ketahui sebagai satu-satunya kempuannya adalah suranya yang indah. Itulah kehendak yang diatas. Shifa yang harus mencari uang mati-matian justru dikarunia anak di saat ia belum menginginkannya. Surga berada di bawah telapak kaki ibu. Kalimat itu yang terus menghantuiku. Apakah surge itu juga berlaku untuk diriku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar